Wednesday, October 21, 2020

Teks Dheskriptif Profil Tokoh

google

A. Tegese Teks Dheskriptif Profil Tokoh
Teks dheskriptif profil tokoh yaiku salah sijine jinis teks wacana sing digunakake kanggo njlentrehake profil tokoh.

B. Titikane Teks Dheskriptif Profil Tokoh
1. Ana idhentitas tokoh
2. Ana prestasi utawa perjuwangan sing diduweni tokoh
3. Ana kaluwihan sing mung diduweni tokoh (keistimewaan)
4. Ana bab sing patut kanggo ditiru (keteladanan)

C. Olah Teks Dheskriptif Profil Tokoh
1. Tatacarane Nggawe Teks Dheskrptif Profil Tokoh
a. nemtokake tema lan topik
b. nggoleki dhata faktuwal ngenani tokoh sing arep didheskripekake
c. nggawe reng-rengan (kerangka; idhentitas, prestasi, keistimewaan, keteladanan)
d. ndheskripsekake reng-rengan sing wis digawe

2. Njingglengi Teks Dheskriptif Profil Tokoh
Njinggleng neng kene yaiku ngoreksi, ndandani, lan ngowahi teks. Dhasar sing digunakake kanggo ngingglengi teks kasebut diandharake ing ngisor iki:
a. tata tulis lan ejaane
b. tandha wacane
c. teges leksikal utawa gramatikale (makna tembung)

3. Maca lan Micarakake Teks Dheskriptif Profil Tokoh
Sajrone wicara sing apik, kudu ngerteni sapa sing ngomog, sapa sing dijak ngomong, apa sing diomongake, lan kepiye swasanane. Dene teknik sing kudu diduweni wong sing micara yaiku among cipta (nalar/logis), among swasana (adaptif), among rasa (etis, empatis, lan estetis), lan among raga (tampilan).

4. Njupuk Dudutan saka Isine Teks Dheskriptif Profil Tokoh
1) njinglengi tema lan topik sing diwedharake kanthi lisan utawa tulis
2) ngerteni bakune gagasan saben pada utawa saben bageyan omongan
3) nggatekake dhata faktuwal sing diwedharake sajrone bageyan-bageyane wacan kasebut, lan
4) nyundhukake apa sing diwaca utawa disemak karo kahanan sing ana ing bebrayan   adhedhasar kawruh utawa pengalaman sing diduweni sadurunge.
 

Sunday, October 11, 2020

Esai Bertele-tele untuk Temanku

wikiHow

Motivasi Mengedukasi Pentingnya Kesadaran

akan Kesehatan melalui Pendidikan Tinggi 

 

        Kurangnya kesadaran pengetahuan kesehatan dari individu adalah faktor utama penyebab masalah yang mengancam bagi kesehatan seseorang. Jika seseorang sakit, ia tidak akan dapat memenuhi berbagai tugas dan kewajiban secara maksimal. Hal ini akan mempengaruhi kelangsungan hidupnya. Masalah kesehatan berawal dari kurangnya perhatian terhadap lingkungan dan juga dirinya sendiri. Sangat sulit bagi seseorang yang memiliki pemikiran statis berujung menyerah pada keadaan yang dialaminya, tanpa adanya edukasi. Dalam hal ini, pendidikan berperan penting untuk menyongsong perubahan seseorang agar memiliki kesadaran akan pentingnya kesehatan.

        Pendidikan sangat penting bagi semua orang tanpa membedakan status sosial mereka. Tujuannya untuk menularkan ilmu yang dimiliki. Ini menjadi suatu hal lazim yang semestinya dijajaki oleh semua orang baik pendidikan secara formal maupun non formal. Ukuran keberhasilan seseorang pun tak jarang ditentukan oleh tingginya pendidikan yang ditempuh. Esensinya ialah menciptakan manusia yang berkualitas dan berintegritas dengan menerapkan nilai-nilai dan tanggung jawab. Melalui pendidikan tinggi, perlu adanya motivasi untuk mengedukasi seseorang agar memiliki kesadaran akan pentingnya pendidikan kesehatan.
        Motivasi berkaitan dengan persepsi seseorang terhadap suatu hal. Dengan persepsi yang positif, dapat memperkuat dorongan untuk mencapai hal yang diinginkan. Motivasi juga mempengaruhi pikiran dan tindakan seseorang, serta mempengaruhi mengapa suatu perilaku diawali, terus dilakukan, ataupun dihentikan. Seseorang yang memiliki motivasi cenderung mempunyai tujuan untuk menjadi orang yang lebih sukses dibanding dengan seseorang yang tidak memilikinya. Dorongan yang muncul dan menggerakkan seseorang menjadi sesuai yang diinginkan bersumber dari kemauan dirinya dengan apa yang telah dicita-citakan. Dalam hal ini adalah cita-cita untuk mengedukasi pentingnya kesadaran akan kesehatan.

        Kesehatan merupakan kebutuhan manusia dalam kehidupan. Tanpa kesehatan, seseorang tidak dapat menjalankan aktivitasnya secara optimal. Tetapi, semakin padatnya aktivitas yang dimiliki seseorang menjadikan mereka terkadang mengabaikan kesehatan. Tidak adanya waktu luang karena kesibukan di kantor, kampus, perusahaan mengakibatkan seseorang tersita waktunya untuk menjaga kesehatan. Banyak dari mereka yang kurang menyadari akan pentinnya hal tersebut. Ini terjadi karena kurangnya animo dan apresiasi untuk menjaga tubunya dengan berolahraga juga memakan makanan yang bergizi. Mereka hanya memforsir tubuh dengan berpikir, bekerja, makan kenyang, dan istirahat begitu seterusnya.

        Dalam kehidupan sehari-hari agar dapat menunjang kesehatan perlu adanya tindakan atau upaya yang dilakukan. Upaya kesehatan dilakukan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan, penyembuhan penyakit, dan pemulihan kesehatan yang dilaksanakan secara menyeluruh dan berkesinambungan. Hal tersebut tentunya akan terwujud dari tingkat kesadaran akan pentingnya kesehatan salah satunya dengan pengedukasian.

        Nelson Mandela pernah mengatakan bahwa pendidikan adalah senjata paling ampuh yang dapat digunakan untuk mengubah dunia. Ditilik dari pendapat tersebut tampak jelas bahwa pendidikan memiliki pengaruh besar terhadap dunia. Pasalnya, di negara Indonesia tak jarang seseorang yang memiliki gelar tinggi hanya sebagai kedok untuk mengelabuhi mereka-mereka yang berpendidikan rendah. Bahkan sekalipun seseorang memiliki keahlian dalam bidang tertentu terkadang masih diragukan dibandingkan dengan seseorang yang memiliki gelar tinggi tetapi keahlian yang dimiliki belum cukup memadai.
        Berkaca dari hal tersebut, saya memiliki motivasi untuk mengedukasi masyarakat akan pentingnya kesehatan melalui studi lanjutan S-3 nantinya. Gelar doktor adalah tujuan formal yang paling tinggi dalam jenjang akademik. Doktor tidak hanya dilihat dari atribut yang bersifat eksternal tetapi merupakan tuntutan yang melekat pada profesi pendidik. Pemegang gelar S-3 mendapatkan hak dalam berbagai bentuk yang tidak bisa dinikmati oleh mereka yang memiliki gelar S-1 atau S-2. Selain itu, doktor adalah simbol kepandaian dan intelektualitas yang memiliki penghargaan sosial tinggi di tengah masyarakat. Namun hal tersebut tidak lepas dari tanggungjawab moral yang harus diemban, yaitu tetap mengembangkan keilmuan yang dimiliki.

        Studi lanjutan S-3 salah satunya juga untuk mematahkan asumsi beberapa orang yang berpendapat tentang bangku pendidikan. Mereka beranggapan bahwa pendidikan hanya mempelajari informasi yang telah lalu. Mengenyam teori-teori basi dan betolok ukur pada buku-buku yang sudah beberapa kali dicetak ulang dari tahun ke tahun. Dengan asumsi demikian, banyak orang yang enggan untuk melanjutkan studi. Mereka lebih memilih diam dengan memasrahkan takdirnya pada keadaan bahwa Tuhan akan selalu bersamanya, melindunginya, kapanpun, di manapun tanpa harus berusaha. Sungguh cara berpikir yang amat kuno.

        Memiliki pendidikan yang tinggi kemudian berkecimpung dalam masyarakat untuk mengedukasi keilmuan yang dimiliki, yaitu pengetahuan kesehatan bagi saya teramat menyenangkan. Ilmu yang saya miliki saya tularkan kepada mereka yang tentunya juga ada pro dan kontra. Pro karena gelar dan keilmuan yang saya miliki, kontra karena pemikiran-pemikiran kuno bahwa informasi yang saya berikan berasal dari teori-teori basi. Tetapi, pro dan kontra tersebut tidak mematahkan motivasi saya untuk terus maju dan menempuh apa yang saya cita-citakan.
        Jadi, mengedukasi pentingnya kesadaran akan kesehatan sangat penting dilakukan, utamanya bagi mereka yang sering terlena untuk menjaga kesehatan. Melalui pendidikan tinggi, pengedukasian akan lebih dipercaya oleh masyarakat kebanyakan, karena dianggap ahli di bidangnya. Walaupun sebagian dari mereka juga ada yang menganggap remeh. Untuk menjaga cita-cita tersebut tetap ada, diperlukan adanya motivasi, utamanya motivasi dari diri sendiri. 

Daftar Pustaka : 

Cynarski, Wojciech J. & Kazimierz Obodynski,” Factors and Barries of Development of Far Eastern Martial Arts and Combat Sports in Poland,” Physical Culture and Sport Studies nd Reaserc 1 Volume (XLV), 2007, pp 139-148. 

 

Thursday, October 8, 2020

Cerkak - Ruweting Pikir

 


Ruweting Pikir

dening Sendang Nita 

Awang uwung dadi patemon antarane lintang lan rembulan kang lagi nandang iba. Swara kewan ing wayah lingsir uga nyingidake maksud sing padha. Kabeh nyekseni dleweran waspane kenya manis kang lungguh ing emper ngarep cedhak cendhela. Wengi kuwi dheweke katon ora kaya padatan. Ora sumringah, ora doyan mangan, apa maneh nandangi gaweyan. Sajak ana sing muntir, kang njalari ruweting pikir. Dhasar Arimbi, mahasiswa UNY jurusan seni tari. Wateke kalem, lan pasuryane nengsemake ati.

“Ana apa ta Mbi? kawit mau kok sajake suntrut kebak pikiran,” takone Mira.

“Ora ana apa-apa Mir. Garapanmu kawit mau kok durung rampung. Butuh ewang, ta?,” tawane Arimbi.

          “Halah Mbi, ora usah nyelemur neng bab liya ta. Aku iki takon. Wangsulana!

          “Wis, ta Mir ora ana apa-apa. Uwis, ora usah kuwatir.”

“Ya ora ngono, Mbi. Awake dhewe iki kanca. Padha-padha wong perantauan, adoh saka wong tuwa. Sabisa-bisane ya bantu-biyantu.”

Arimbi lan Mira padha-padha mahasiswa UNY sing isih semester papat nanging beda jurusan. Umure watara 19 taun. Bocah loro kuwi wis meh rong taun urip bebarengan tunggal papan, yaiku kos mawar ing dhaerah Yogyakarta. Watak watune Saben-saben ana masalah, Mira mesthi crita. Semono uga Arimbi, nyritani bab sing perlu dicritakake marang Mira. Nanging wengi kuwi tansah ana sing beda. Arimbi nyingidake bab sing dadi ruweting pikir. Kanggone Arimbi, perkara apa wae sing dumadi marang dheweke, kudu bisa diprantasi dhewe tanpa nyusahake liyan.

             “Aku kudu piye? Dhuwit sepuluh juta saka beasiswa kuliyah lan sangu saka ibu saiki wis amblas. Untunge kanggo mangan sabendina aku isih nyekel dhuwit. Arep adol barang, ya wis ora ana sing didol. Nyuwun sangu ibu maneh? Ah! Aku ora tega. Sing neng omah paribasan malik sirah dadi sikil, sikil dadi sirah. Pontang-panting mrana mrene golek utangan kanggo nyukupi kebutuhan, kanggo nyangoni aku. Adhuh Bu, Ibu. Ngerti ngene aku ora usah kuliyah. Nyambut gawe neng luwar negeri, tuku sawah, mbangun omah, ngragarti sekolah SMA lan SMP-ne Dhik Jani lan Tira. Penak! Ibu ora prelu dadi buruh umbah-umbah, bapak ora prelu dadi tukang tatah. Howalah nasib, nasib, kepengin nduwe laptop wae direwangi kena hipnotis barang. Pungkasane ora bisa mbayar SPP kuliyah. Nganti rong sasi maneh aku ora ngolehke dhuwit limang juta, klakon kena DO. Njur aku kudu piye?,” batine Arimbi.

            Wengi wis meh lingsir. Hawa tansaya adhem merga polahe angin sing ngrasuk ing balung-balung sungsum. Arimbi isih durung nduwe krenteg kanggo mlebu menyang kamare. Dheweke isih ngupaya golek cara supaya perkarane ora tambah dawa. Kanthi riyip-riyip, panyawange tumuju marang konang kang lagi kiteran ngalor ngidul. Tanpa dirasa, Arimbi angslup ing alam pangimpen.

            Wayah esuk, watara tabuh 06.30 Arimbi mlaku budhal kuliyah kanthi praupan sing digawe-gawe supaya sumringah. Dheweke papasan karo pawongan bagus, gedhe dhuwur, irunge mbangir, ambune wangi, kulitane kuning resik. Prasasat kaya Janaka ing paraga wayang. Ngetarani banget yen kuwi wong pinter, wong pendhidhikan. Wektu nuduhake tabuh 06.45. Limalas menit maneh, pasinaon diwiwiti. Sadurunge mlebu klas, Arimbi lungguh ing badhug sing jarake kira-kira rong meter karo priya kuwi. Dheweke mbatin, yen wong bagus lan pinter kaya ngono mesthi dadi idham-idhamane para wanita kalebu dheweke.

            “Mung merga kuwi, aku koktinggal? Saiki daktagih, Mas. Balekna!“ ujare wanita sing lagi karo Pandu.

            Ora sengaja Arimbi krungu cecaturane wong loro kuwi. Ora sengaja uga, dheweke ngerti jenenge priya bagus kuwi, Pandu. Arimbi mesam-mesem tanpa preduli karo wanita sing cecaturan karo Pandu mau. Bakune dheweke seneng, lan saora-orane kedadeyan esuk kuwi bisa nambani seprapat dukane.

            “Sampeyan Arimbi, ya? Jurusan tari semster papat? Bener?,” pitakone Pandu.

            “Leres, Mas,” semaure Arimbi karo mesem semu isin.

            “Aku Pandu, Mas angkatane sampeyan semester wolu,” bacute Pandu simabi nyalami Arimbi.

            “Sssampeyan kok tepang kalihan kula, Mas?”

            “Ora usah ngono ta Dhik. Biyasa wae. Hmm sapa sing ora kenal karo sampeyan? Safakultas iki kira-kira wis dha ngerti yen sampeyan jenenge Arimbi, bocah kuning, manis saka kutha Nganjuk.”

            Saiba senenge Arimbi kepethuk, kenalan, lan salaman karo Pandu. Apa maneh dheweke dialembana yen kuning lan manis. Dheweke ngrasakake rasa sing beda nalika kenalan karo Pandu. Sajak ana getering tresna. Nanging ora wani medharake.

            “Dhik, mengko bali saka kuliyah ketemu aku neng parkiran, ya. Ana sing pengin dakomongake karo sampeyan,” ajake Pandu.

            “Inggih, Mas. Menawi mekaten kula tinggal rumiyin dhateng klas rumiyin.” Semaure Arimbi.

            Jam kuliyah wis rampung. Arimbi lan Pandu pethukan ing parkiran. Persis kaya sing diomongake Pandu esuk mau. Rasa penasarane Arimbi kajawab. Ing kono, Pandu ngajak Arimbi ngadani panliten Kreativitas Mahasiswa, sing ana saben taune. Panliten sing dikarepake Pandu yaiku panliten sendratari sing bisa ningkatake daya psikis penarine, ing salah sijine sanggar seni Yogyakarta. Kandhane Pandu, menawa panliten kasebut klebu seleksi lan menang, bisa ngolehake bebungah arupa dhuwit gedhene 25 yuta. Bab panliten-panliten kuwi wis dingerteni dening Arimbi yen pancen ana lan dheweke wektu semester telu biyen tau ngadani panliten uga, nanging durung bisa tembus. Tanpa mikir dawa, Arimbi sarujuk karo Pandu.

            “Sesuk ya Dhik, tabuh 21.00 daksusul menyang kosmu. Awakedhewe langsung terjun menyang sanggar,” ajake Pandu.

            “Namung kita, Mas? Hla anggota lintunipun kadospundi? Menapa mboten dipunajak?”

            “O iya, aku lali arep ngandhani kowe. Loro anggota liyane iki saka fakultas liya. Sijine isih menyang luwar kutha, lan sijine isih nandang lara. Dadi ora bisa langdung di ajak, Dhik,” panjlentrehe Pandu.

            “Owalah, inggih, Mas. Menawi mekaten kula ndherek mawon.”

***

            Ganep telung minggu, Pandu lan Arimbi ngleksanani panliten. Ya mung wong loro kuwi, amraga anggota liyane isih padha kaya sing dikandhakke Pandu kawitan. Ing sanggar kuwi Arimbi meruhi priya sing ora kalah bagus karo Pandu. Jenenge Yudha, jangkepe Baratayudha. Bedane karo Pandu, Yudha katon luwih sopan karo wong wanita. Yudha sing gawene nulungi Arimbi nalika mbutuhake samubarang sesambungan karo panlitene. Dheweke uga ora sungkan crita-crita marang Arimbi. Kalorone wis kaya kenal suwe. Arimbi uga tansah gayeng nalika cecaturan karo Yudha. Wengi kuwi, Yudha nguntabake rasane menyang Arimbi. Tanpa dingerteni Pandu. Dheweke kepengin Arimbi dadi katresnane. Nanging, Arimbi durung bisa langsung mangsuli. Dheweke butuh wektu. Isih akeh sing dadi ruweting pikir, utamane beya kanggo nglunasi SPP.

            “Hlo Mas, badhe menyang pundi? Sanggar arahipun nengen, mboten ngiwa,” ujare Arimbi.

            “Menenga! Aja kakehan takon! Kowe kudu manut!”

            “Mas, sampeyan kok dados kasar ngaten ta Mas. Sampeyan rak mboten neka-neka, ta Mas?,” Arimbi wiwit keweden.

            “Menenga!”

            Arimbi lan Pandu teka ing salah sijine montel kang manggon ing Yogyakarta. Bocah loro kuwi mlebu ing kamar montel. Pandu meksa Arimbi menehake kabeh dhuwite. Arimbi selak, merga dheweke pancen ora nduwe dhuwit kajaba dhuwit pas-pasan kanggo mangan sabendina.

            “Howalah Mas, hla wong kula nampi ajakan sampeyan nliti panliten niki supados angsal arta. Kok malah sampeyan suwuni arta. Nggih mboten gadhah, Mas, “ pranyatane Arimbi.

            Pandu panggah meksa Arimbi supaya menehi dhuwit. Yen ora, Arimbi kudu nyuguhake awake kanggo ngingoni nepsune Pandu. Wengi kuwi Arimbi kaya-kaya ketekan bangsa singa, celeng, lan sardula sing dadi siji neng awake Pandu lan keluwen njaluk pakan. Arimbi banget keweden. Dheweke ora bisa njerit, merga dibungkem dening Pandu. Maneka cara dilakoni supaya bisa uwal saka bekasakane Pandu.

            “Hayoo, wong ayu, arep menyang endi, kowe he? Kowe ora bisa selak! Kowe kudu dadi pacarku! Gelem ora he? Hahahah kowe ora bisa mangsuli. Neng endi wae paranmu bakal dakjaluki wangsulan, wong ayu. Ora oleh dhuwit ora dadi ngapa. Aku isih bisa mrawani kowe. Lasmi isih kalah ayu. Lasmi wis lali, karo aku. Ayo wong ayu, ladenana aku,” Pandu sajak kedanen karo Arimbi.

            Pranyata, wong wadon sing karo Pandu esuk kae jenenge Lasmi. Bener, pandugane Arimbi, Lasmi biyen dadi kinasihe Pandu. Apa sing dadi panjaluke Pandu, dituruti dening Lasmi. Nanging, wektu kuwi wong tuwane Lasmi lagi bangkrut tanpa mikir dawa, Pandu njaluk pisah. Lasmi gregeten, dheweke ngongkon Pandu mbalekake kabeh bandha sing wis tau diwenehake.

            “Tuluuung! Tuluuuuung!,” bengoke Arimbi.

Dheweke kasil uwal saka Pandu. Mbukak bungkeman lan mlayu metu liwat cendhela kamar sing wektu kuwi ora dikancing. Mbok menawa lali. Nalika keplayu menyang ratan, Arimbi kepethuk Pak Susilo, dhosene sing lagi marung neng cedhak montel.

            “Ayo, Mbi!” pangajake Pak Susilo.

Arimbi diajak Pak Susilo menyang kontrakane. Ing kono, Arimbi nyritakake kedadeyan sing njalari dheweke keplayu. Pak Susilo kaget lan rumangsa salah. Amarga, dheweke wis ngerti kabeh sipate Pandu.

            “Panjenengan kok mangertos sipatipun Mas Pandu, Pak? Lajeng wonten napa kok mboten dipulapuraken pulisi kemawon,” takone Arimbi.

            “Aku karo Pandu biyen kanca raket. Padha-padha kuliyah neng ISI Yogya jurusan Tari. Nanging, sarehne Pandu mbeling, dheweke kena DO. Njur pindhah neng universitas liya, nanging aku lali endi kuwi. Bacute sing pungkasan iki, dheweke kuliyah neng UNY nganti semester wolu iki. Kudune yen sapantaranku, dheweke wis dadi dhosen kaya aku. Pandu kawit biyen pancen mbeling. Nanging aku ora kuwawa kanggo nglapurake. Wong lanang sing nduwe urusan karo Pandu angel uwale. Mula aku wegah.  Wis, bene. Bisaku ya mung nulungi wong-wong sing dadi korbane. Kagolong kowe. Iki, tampanen.”

            “Niki napa, Pak?”

            “Dhuwit kanggo mbayar SPP. Supaya kowe ora ke-DO.”

            “Hlo, Pak. Hlo Pak panjenengan...

            “Wis ta, tampanen. Mbok menawa iki wektu sing pas kanggo aku ngomong. Kawit awakmu semseter loro, aku wiwit ngrasakake rasa sing beda. Bisa diarani tresna. Saben aku mbukak laptop, saben aku numpak montor, saben nyapo wae, wewayangmu tansah ngawe-awe. Aku bisa maca yen aten-atenmu kuwi apik, Mbi. Ora kathik nunggu pakulinan kanggo meruhi sejatine bocah wadon. Apa gelem kowe dadi semahku?

            “Saderengipun matur nembah nuwun, panjenengan sampun maringi arta maenika. Kula anggep niki utang. Salajengipun nyuwun pangapunten, kula dereng saged mangsuli pitakenan panjenengan.”

            Perkara sing sepisan sawetara rampung. Arimbi kasil mbayar SPP lan ora bakal kena DO. Nanging, dhuwit sing saka Pak Susilo mau dianggep dhuwit utangan. Perkara sing kapindho, Arimbi kudu menehi wangsulan kanggo pitakone telung priya mau. Yudha, Pandu, lan Pak Susilo. Arimbi bingung. Lelakone ing Yogya ndadekake Arimbi nandang wuyung marang ibune. Kepengin turu ing pangkone, sinambi ngesokake luh saakeh-akehe.  

 

---cuthel---


Daging-daging Lawak

tungkus-sendangnita


TRESNAKU KUKUT, KEMPUT

Dening Sendang Nita

 

                                                 Iki tenan apa ngipi?           sliramu jumeneng nyunggi katresnan,

madhep mantep ora ana sing owah,          angenku ngumbara ing ngangkasa,

adhem ing talingan keprungu                  petikan saka driji kang laras tur nyata

setaun kepungkur, adhem nyawang          sorot netramu, rasa tentrem rinengkuh

ing astamu, astaku,  nanging engga             wektu jumangkah mlaku, tresnaku

mring sliramu dadi rangu,                kalindhes wektu, dakkiter ning saya

adoh lumayu, aku diutus                mlayu, ning sliramu isih kaku

sejatine apa sing dadi kekarepanmu? apa aku kudu

terus dadi panglipurmu kanthi ngguyu? ning

sliramu isih terus mecucu, dakkira wus

cukup samene anggonku maju

nuruti panjalukmu sing

ora tamtu nuruti

panjalukmu

sing sejatine ngiris atiku, netesake luhku

dakkira wus cukup samene wae

tresnaku wus kukut

tresnaku wus kemput

tresnaku wus kalimput pedhut

Surabaya, 24 September 2016


Ayem

Dening Sendang Nita

 

Allahhu akbar, Allahu akbar

pawongan kang lagi dodolan padha bubar

para kadang cilik gedhe, enom tuwa memba-memba dedonga

menyang omah sing dianggep kaya istana, istanane kang maha kuwasa

ora nyawang jemuwah setu minggu senen selasa


kang luwih wigati limang wektu sabendina menyang kana

adhem ayem sajroning ati ngerti pawongan padha maca kitab suci

kitab kang diugemi bisa nuntun lakuning manungsa mecaki urip iki

adhem ayem sajroning ati nalika ngocap asma Gusti

tresnaku marang Panjenengane pinatri teleng ing ati

 

Surabaya, 24 September 2016


Pangrasaku

Dening Sendang Nita


Nyawang sunar bagaskara tansah kaya mega

aku ora kenti nganti-anti tekane sasi sura

sasine pawongan bagus kang sipate lapang dhadha

pawongan kuwi sinebuta N..............o

ing sasi sura mengko aku percaya kasedhihan mesthi bakal lunga

ing sasi sura mengko aku percaya

ati kang kalimput pedhut bakal madhangi jagad raya

 

Ge-er!!!

Ora saperangan pawongan sing kandha tembung kuwi

ah.. ora dakgubris ora daksela

nanging kandhane sangsaya cetha wela-wela

Hla kena apa?

iki pangrasaku!! pangrasa kang dakpercaya bisa nambani atiku sing lagi tatu

 

Sapolah tingkahe pawongan bagus kuwi aku sansaya percaya

yen pangrasaku bakal dadi nyata 

ing sasi sura dheweke bakal ngucapake tresna

 

Madiun, 29 September 2016


Kisahan

Tidak meminjam mata

pun bertukar rupa, kawan

Beribu dalam jam, berjuta dalam hari

beralih pandang berbuang muka

hanya terucap secuil kata,

berdengar siul pada hiruk

 

Sedap kumbang curi kembang

biarlah sengketa lalu

Tidak ada akal geladak antara kita, kawan

Jangan menyembulkan seringai

 

Urungkan gusar akan perihal

gerakkan pena lantas

bersedu-sedu pada malam

dua batang kali kecilmu

akan singgah di laut

 

[Surabaya, 9 Juni 2017]

-sendang nita-

 

Berdiri kita di ambang gerbang

kekinian setengah terbuka

Riuh rendah mencengkeram waktu

sekali lalu merentan hati

lambat-lambat berangan

guar tiada usah tiada dasar

 

Retina siapa dipinjam?

lihat diri terbalut sunyi pada hiruk

lihat diri tertungkus dalam laut

 

Kita berdansa pada puluh-puluh menit

lantas tergeliat dalam suka

 

[Madiun, 11 Juni 2017]

-sendang nita- 


Akan Malam Buta

Oleh: Sendang Nita

 

Segan sembulkan sinar

surya berbenam kala senja

Tertukar awan merah dengan

kelam berbalut pekat lalu

menikus tiap-tiap insan pada sunyi

Tiada gumam tiada siul

elokkan kerlip pada awang gemawang

hingga berdengar cicit kelelawar,

tampak seringai bertaring daripada

rubah, memalami diri

Gerak udara bisu

mengangkat bulu kapas

Senyum simpul rembulan

bawa insan pada riang

Kian malam bertambah buta

semakin larut insan memeluk mimpi

 

Madiun, 17 Juni 2017

 

Aku adalah kaca

Berbalut lumpur

Utuh tak berkeping

Berbibir empat

berkata nyaring

Aku kawan besi

bukan kaca lagi

 

Adakah yang bersihkan lumpur?

Adakah yang mengurang bibir?

Adakah kaca dikawan?

 

Ini kali habis kataku tuk menyebut


[Surabaya, Desember 2016]

-sendang nita-


Retna Wayi

-sendang nita-

teruntuk orang-orang berbenar di tangga pagi tadi

 

kesatria molek nan berani

ya Retna Wayi

elok basa, elok budi

ya Retna Wayi

mandiri, mahir bela diri

ya Retna Wayi

lihai jalankan pion beragam strategi

ya Retna Wayi

perempuan pembuat kikuk lelaki

ya Retna Wayi

 

ya Retna Wayi

si molek berperangai luhur

ya Retna Wayi

si molek yang cinta akur

ya Retna Wayi

si molek tak mudah tersungkur

ya Retna Wayi

si molek benci kubu pilih baur

ya Retna Wayi

Retna Wayi

Retna Wayi

 

[Surabaya, 21 November 2017]

 

Moga-moga dapat menjadi cermin. Entah bening atau keruh, bergantung peranggapan kalian (orang-orang) dan saya.


Suara Kepada Si Bendu

oleh: sendang nita

 

Pikirku tertabur akan hal yang mestinya kuraibkan.

Aku termangu, kelu pada pilu tak menentu.

Kala habis matahari terbenam hingga terbit,

aku membayang, mengiang ucap demi ucap yang mengata:

aku bagai cekarau besar liang, tubuhku berluluk, dua batang kali kecilku

mengalirkan air tuba, aku bertalam dua muka, supaya sangkut si rupa elok, katanya mereka.

Surabaya, 20 Mei 2017

Drama